Pola batik semen tampil dalam batik dari setiap daerah, terutama di Pulau Jawa, yang meliputi antara lain Yogyakarta, Surakarta, Banyumas dan Cirebon. Pola batik semen dijumpai terutama pada jenis Batik Kraton, Batik Pengaruh Kraton, Batik Sudagaran, Batik Petani, dan Batik Indonesia. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pola batik semen terdapat pada sebagian besar jenis batik. Pola semen sangat mudah dikenali karena mempunyai ragam hias penyusun yang khas yang selalu hadir dalam pola-polanya.
Sejarah Pola Semen
Asal mula hadirnya pola semen berawal pada saat pemerintahan Sunan Paku Buwono IV (1787 1816) di saat beliau mengangkat putera mahkota sebagai calon penggantinya. Beliau menciptakan pola tersebut guna mengingatkan puteranya kepada perilaku dan watak seorang penguasa seperti wejangan yang diberikan oleh Prabu Rama kepada Raden Gunawan Wibisana saat akan menjadi raja. Wejangan tersebut dikenal dengan sebutan Hasta Brata.
Wejangan ini terdiri dari 8 (hasta) hal yang masing-masing ditampilkan dalam pola semen dengan bentuk ragam-ragam hias yang mempunyai arti filosofis sesuai dengan makna masing masing ragam hias tersebut. Oleh karena itu, pola batik ciptaan beliau tersebut diberi nama semen Rama (dari Prabu Rama). Berdasarkan uraian diatas nampak bahwa pola semen merupakan salah satu pola batik yang mencerminkan pengaruh agama Hindhu-Budha pada batik. Hal tersebut dapat dimengerti karena pada saat pola-pola batik diciptakan yaitu kira-kira pada zaman kerajaan Mataram (pada masa Sultan Agung Hanyokrokusumo, abad 17 M), peradaban di kerajaan tersebut masih mempertahankan unsur-unsur tradisi Jawa yang sangat dipengaruhi oleh agama Hindhu-Budha. Pengaruh tersebut tidak hanya terdapat pada unsur-unsur kesenian dan kesusasteraan saja, melainkan juga unsur-unsur yang terdapat dalam upacara adat dan keagamaan hingga saat ini.
Dibandingkan dengan pola Parang atau Lereng yang sudah ada sejak zaman Mataram (pada masa Penembahan Senopati), pola semen tergolong lebih muda. Pola semen yang diciptakan setelah pola semen Rama selalu mengandung ragam-ragam hias yang terdapat pada pola semen Rama, baik sebagian ataupun seluruhnya. Namun demikian, ada satu ragam hias yang selalu harus dihadirkan dan merupakan ciri dari sebuah pola semen adalah ragam hias gunung atau meru. Hal ini disebabkan karena nama dari pola semen diperoleh dari ragam hias tersebut.
Asal kata semen adalah semi. Ragam hias gunung atau meru berasal dari kata Mahameru yaitu gunung tertinggi tempat bersemayam para dewa dari agama Hindhu. Di gunung pasti terdapat tanah tempat tumbuh-tumbuhan bersemi. Dari sinilah asal kata semen.
Pola semen termasuk dalam golongan pola batik non geometris, selain pola-pola batik Lung-lungan Buketan, Dan Pinggiran.
Perkembangan Pola Semen
Sebagaimana disebutkan diatas, pola semen pertama-tama menampilkan ragam-ragam hias yang mengikuti arti filosofis agama Hindhu (diambil dari ceritera Ramayana), sehingga arti filosofis pola semen sesuai dengan ajaran yang terdapat dalam Hastabrata Ramayana.
Dalam perkembangan selanjutnya, kandungan nilai filosofis pola semen, selain yang dilambangkan oleh ragam hias dari Hastabrata, ada pula yang ditambah dengan ragam-ragam hias lain yang menjadi dasar pemberian nama polanya, sebagai contoh adalah pola semen Gajah Birawa. Dalam pola tersebut nampak adanya ragam hias berupa gajah, pada semen rante terdapat bentuk-bentuk seperti rantai, dan seterusnya. Selain itu, banyak pola semen dengan ragam hias pokok yang sudah mengalami improvisasi sesuai selera penciptanya tetapi tetap alam arti filosofis yang sama, diberi nama yang mempunyai arti sebagai cerminan serta harapan. Sebagai contoh adalah semen Sidoasih dengan berbagai versi namun mencerminkan arti yang sama.
Jenis jenis batik yang memiliki pola semen
1. Batik Kraton – Kraton Yogyakarta (semen gurdho, semen sinom), Kraton Surakarta (semen gendhong, semen rama), Puro Pakualaman (semen sidoasih), Puro Mangkunegaran (semen jolen), Cirebon (semen rama, sawat pengantin).
2. Batik Pengaruh Kraton – Banyumas (semen klewer banyumasan).
3. Batik Sudagaran – Yogyakarta (semen sidoasih, semen giri), Surakarta (semen rama, semen kakrasana).
4. Batik Pedesaan – Yogyakarta (semen rante), Surakarta (semen rama).
5. Batik Indonesia
Bermacam-macam pola semen terdapat dalam jenis Batik Indonesia ini. Bahkan pada pemunculan pertamanya yaitu kurang lebih pada tahun 1950, pola batik semen mendominasi jenis Batik Indonesia ini disamping pola parang dan lereng karena pada prinsipnya Batik Indonesia merupakan perpaduan antara pola batik klasik atau tradisional (pola semen dan pola parang atau lereng) dengan pewarnaan Batik Pesisiran.
Sumber : http://www.javabatik.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar