Oleh: Ny Ir. Toetti T. Surjanto
Batik merupakan hasil seni budaya yang memiliki keindahan visual dan mengandung makna filosofis pada setiap motifnya.
Penampilan sehelai batik tradisional baik dari segi motif maupun warnanya dapat mengatakan kepada kita dari mana batik tersebut berasal. Motif batik berkembang sejalan dengan perjalanan waktu, tempat, peristiwa yang menyertai, serta perkembangan kebutuhan masyarakat. Sering kali tempat memberi pengaruh yang cukup besar pada motif batik. Meskipun berasal dari sumber atau tempat yang sama, namun karena tempat berkembangnya berbeda, maka akan menghasilkan motif baru yang berbeda pula. Sebagai contohnya adalah motif Nitik.
Motif Nitik sebenarnya berasal dari pengaruh luar yang berkembang di pantai utara laut Jawa, sampai akhirnya berkembang pula di pedalaman menjadi suatu motif yang sangat indah. Pada saat pedagang dari Gujarat datang di pantai utara pulau Jawa, dalam dagangannya terdapat kain tenun dan bahan sutera khas Gujarat. Motif dan kain tersebut berbentuk geometris dan sangat indah, dibuat dengan teknik dobel ikat yang disebut "Patola" yang dikenal di Jawa sebagai kain "cinde". Warna yang digunakan adalah merah dan biru indigo.
Motif kain patola memberi inspirasi para pembatik di daerah pesisir maupun pedalaman, bahkan lingkungan Kraton. Di daerah Pekalongan terciptalah kain batik yang disebut Jlamprang, bermotif Ceplok dengan warna khas Pekalongan. Karena terinspirasi motif tenunan, maka motif yang tercipta terdiri dari bujur sangkar dan persegi panjang yang disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan anyaman yang terdapat pada tenunan Patola. Karena kain batik Jlamprang berkembang di daerah pesisir, maka warnanya pun bermacam-macam sesuai selera konsumennya yang kebanyakan berasal dari Eropa, Cina, dan negara-negara lain. Warna yang dominan digunakan adalah rnerah, hijau, biru dan kuning, meskipun masih juga menggunakan warna soga dan wedelan.
Selain terdiri dari bujur sangkar dan persegi panjang, Nitik dari Yogyakarta juga diperindah dengan hadirnya isen-isen batik lain seperti, cecek (cecek pitu, cecek telu), bahkan ada yang diberi ornamen batik dengan Klowong maupun Tembokan, sehingga penampilannya baik bentuk dan warnanya lain dari motif Jlamprang Pekalongan. Nitik dari Yogyakarta menggunakan warna indigo, soga (coklat) dan putih. Seperti motif batik yang berasal dari Kraton lainnya, motif Nitik kreasi Kraton juga berkembang keluar tembok Kraton. Lingkungan Kraton Yogyakarta yang terkenal dengan motif Nitik yang indah adalah Ndalem Brongtodiningrat. Pada tahun 1940, GBRAy Brongtodiningrat pernah membuat dokumen diatas mori berupa batik kelengan dan lima puluh enam motif Nitik. Sejak kira-kira tahun 1950 sampai saat ini, pembatikan yang membuat batik Nitik adalah Desa Wonokromo dekat Kotagede.
Untuk membuat batikan yang berbentuk bujur sangkar dan persegi panjang diperlukan canting tulis khusus dengan lubang canting yang berbeda dengan canting biasa. Canting tulis Nitik di buat dengan membelah lubang canting biasa ke dua arah yang saling tegak lurus. Dalam pengerjaannya, setelah pencelupan pertama dalam warna biru, proses mengerok hanya dikerjakan untuk bagian cecek saja, atau bila ada bagian klowongnya. Agar warna soga dapat masuk di bagian motif yang berupa bujur sangkar dan persegi panjang yang sangat kecil tersebut, maka bagian tersebut "diuyek" sehingga pada bagian tertentu lilinnya dapat lepas dan warna soga dapat masuk ke dalamnya. Oleh karena itu untuk membuat batik Nitik memerlukan lilin khusus yaitu lilin yang kekuatan menempelnya antara lilin klowong dan lilin tembok. Langkah selanjutnyaadalah "mbironi", menyoga dan akhimya "melorod".
Sampai saat ini terdapat kurang lebih 70 motif nitik. Sebagian besar motif Nitik di beri nama dengan nama bunga, seperti kembang kenthang, sekar kemuning, sekar randu, dan sebagainya. Ada pula yang di beri nama lain, misalnya, nitik cakar, nitik jonggrang, tanjung gunung dan sebagainya. Selain tampil sendiri, motif Nitik sering di padu dengan motif Parang, ditampilkan dalam bentuk ceplok, kothak atau sebagai pengisi bentuk keyong, dan juga sebagal motif untuk sekar jagad, tambal, dan sebagainya. Paduan motif ini terdiri dan satu macam maupun bermacam-macam motif Nitik. Tampilan yang merupakan paduan motif Nitik dengan motif lain membawa perubahan nama, misalnya parang seling nitik, nitik tambal, nitik kasatrian dan sebagainya.
Seperti halnya motif batik yang lain, motif nitik juga mempunyai arti filosofis, misalnya nitik cakar yang sering digunakan pada upacara adat perkawinan. Diberi nama demikian karena pada bagian motifnya terdapat ornamen yang berbentuk seperti cakar. Cakar yang di maksud adalah cakar ayam atau kaki bagian bawah. Cakar ini oleh ayam digunakan untuk mengais tanah mencari makanan atau sesuatu untuk dimakan. Motif nitik cakar dikenakan pada upacara adat perkawinan dimaksudkan agar pasangan yang menikah dapat mencani nafkah dengan halal sepandai ayam mencari makan dengan cakarnya. Nitik cakar dapat berdiri sendiri sebagai motif dan satu kain atau sebagai bagian dan motif kain tertentu, seperti motif Wirasat atau Sidodrajat, yang juga sening digunakan dalam upacara adat perkawinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar