Selasa, 16 Juni 2009
Dari Jalan Kaliurang Hingga Kraton - 2
Jalan MALIOBORO
Kilometer NOL Jogjakarta
Ringin kurung di alun-alun utara.
Kraton Jogjakarta
Alun-alun Utara Kraton Jogjakarta.
Dari Jalan Kaliurang Hingga Kraton - 1
 Jalan KALIURANG (JAKAL) km 10
Kampus UNIVERSITAS GAJAHMADA
sampai di Jembatan kewek (berdiri patung ADIPURA).
Kampus UNIVERSITAS GAJAHMADA
sampai di Jembatan kewek (berdiri patung ADIPURA).
Senin, 02 Februari 2009
Potret Dua FKPM: Utamakan Rembug Warga dan Terus Merangkul Masyarakat
Kemitraan  polisi dan masyarakat adalah mutlak dan niscaya adanya untuk sebuah  tatanan masyarakat yang beradab, aman, dan sehat. Apapun potensi  kerawanan sosial yang muncul, dengan kemitraan akan mudah dicarikan  pilihan pencegahan dan solusinya. 
Forum  Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) dengan berbagai varian nama dan  bentuknya sejatinya adalah wadah bertemunya aparat kepolisian dan  masyarakat dalam ruang yang mengedepankan kebersamaan, baik dalam  pembahasan maupun tindakan. Tidak hanya dalam soal Kamtibmas (Keamanan  dan Ketertiban Masyarakat), tetapi dalam isu-isu sosial dan kemanusiaan  lainya. Di Yogyakarta, aktifis FKPM, yang dikenal sebagai aktivis Pokja  (Kelompok Kerja) Community Oriented Policing (COP), telah  membuktikan hal ini. Dengan adanya COP di Malioboro, tingkat  kriminalitas di lingkungan setempat menurun. Realitas serupa terjadi di  Kabupaten Kutai di Kalimantan Timur (Kaltim), di mana FKPM mampu  membuktikan diri sebagai mitra polisi dengan membekuk sindikat  trafiking. 
Walau  tentu belum pas rasanya jika dibandingkan dengan apa yang telah  dilakukan COP Jogja atau di Kalimantan Timur, di edisi kali ini, kita  akan bersama-sama menengok dua FKPM yang baru saja bergerak di dua desa,  yaitu FKPM Tridaya di Kecamatan Gebang dan FKMC (Forum Komunikasi  Masyarakat Ciborelang) di Desa Ciborelang Majalengka. Meski usia kedua  FKPM itu masih seumur jagung, mari kita tengok apa saja yang mereka  rencanakan dan lakukan? Termasuk 
FKPM Tri Daya, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon
Awal Januari 2009, merupakan bulan yang cukup bersejarah bagi sebagian warga Desa Cangkuang, Serang Wetan, dan Babakan di Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon. Tepatnya tanggal 4 Januari 2009 lalu, sejumlah tokoh masyarakat, tokoh agama, serta aktivis pemuda dari ketiga desa tersebut, sepakat mendirikan FKPM bernama Tri Daya. Tri berarti tiga, sedangkan Daya berarti kekuatan. Jika digabungkan, Tri Daya berarti tiga kekuatan dari tiga desa, yakni: Desa Cangkuang, Desa Serang Wetan, dan Desa Babakan.
Awal Januari 2009, merupakan bulan yang cukup bersejarah bagi sebagian warga Desa Cangkuang, Serang Wetan, dan Babakan di Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon. Tepatnya tanggal 4 Januari 2009 lalu, sejumlah tokoh masyarakat, tokoh agama, serta aktivis pemuda dari ketiga desa tersebut, sepakat mendirikan FKPM bernama Tri Daya. Tri berarti tiga, sedangkan Daya berarti kekuatan. Jika digabungkan, Tri Daya berarti tiga kekuatan dari tiga desa, yakni: Desa Cangkuang, Desa Serang Wetan, dan Desa Babakan.
Tri  Daya memang baru berdiri, namun bukan berarti para aktifisnya masih  awam dalam melaksanakan kerja-kerja sosial. Karena mereka yang tergabung  dalam Tri Daya adalah orang-orang yang memiliki pengalaman malakukan  aksi-aksi sosial. Sebagai motor penggerak, FKPM Tri Daya memiliki  beberapa personil berikut: Castra Adji Saroso sebagai Pembina, Syamsul  sebagai Ketua, Heri sebagai Sekretaris dan Didi sebagai bendahara.
Setelah berdiri, kini Tri Daya sedang mengupayakan sosialisasi ke masyarakat yang  lebih luas. Memang sosialisasai yang dilakukan belum maksimal, tetapi  paling tidak sekarang warga mengerti akan pergi ke mana jika hendak  menyelesaikan persoalan, khususnya masalah-masalah sosial yang dirasakan  bersama. 
Dalam  menyusun program kerja, Tri Daya juga berusaha realistis. Misalnya  program pembuatan SIM kolektif, dan tentu saja dengan biaya yang lebih  murah dari biasanya. Ini diprogramkan karena para pengurus memiliki  catatan bahwa sebagian besar warga di tiga desa yang menjadi wilayah  kerja Tri Daya, tidak memiliki SIM walau memiliki sepeda motor.  Alasannya macam-macam:  karena urusannya lama, berbelit-belit, biayanya mahal di atas harga  resmi dan karena posisi tiga desa tersebut merupakan kawasan ujung Timur  Kabupaten Cirebon, cukup jauh dari pusat Kota Sumber, dimana Kantor  Polres Cirebon berada.  Di sisi lain, sebelumnya beberapa personil Tri  Daya juga sudah sering membantu meringankan kerja-kerja polisi dalam  persoalan Kamtibmas, seperti kasus kenakalan remaja akibat minum-minuman  keras, penipuan terhadap TKI, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan  Trafiking. 
Khusus  soal TKI, menurut Castra Adji Suroso, FKPM Tri Daya juga akan mendesak  pemerintah di masing-masing tiga desa tersebut, untuk membuat kebijakan  yang membela hak-hak TKI. “Warga yang menjadi TKIdi sini cukup banyak,  bahkan terus meningkat setiap tahunnya. Di antara mereka yang mendapat  masalah ketika menjadi TKIjuga cukup besar. Sehingga melalui forum ini,  kami ingin agar pemerintah lebih jeli dan lebih tegas lagi dalam hal ini,” papar Castra pada Blakasuta,  di Kantor Forum Warga Buruh Migran Indonesia (FWBMI), yang juga  merangkap menjadi Sekretariat FKPM Tri Daya, pada Selasa (6/2/09) lalu.
Mengutamakan Rembug Warga
Dalam menyelesaikan berbagai masalah yang muncul, FKPM Tri Daya selalu mendahulukan upaya rembug warga. Menurut Ketua Tri Daya, Syamsul, rembug warga ini adalah musyawarah yang dilaksanakan dengan penuh kebersamaan dan kekeluargaan. Jika ada warga yang tertimpa masalah, dia bersama pengurus FKPM lainnya mencoba agar persoalan tersebut tidak langsung diserahkan ke pihak kepolisian, melainkan dimusyawarahkan dulu penyelesaiannya dalam rembug warga. Kecuali kasus-kasus pidana berat. “Kami akan selalu mengutamakan rembug warga. Karena kami ingin, setiap kasus yang menimpa warga bisa diselesaikan dengan jalan kekeluargaan. Tapi jika di tingkatan rembug warga tidak berhasil diselesaikan, maka kami meminta bantuan polisi. Tetapi bukan berarti kami lepas tangan, kami tetap mendampingi warga tersebut hingga persoalannya tuntas,” tandas Syamsul.
Dalam menyelesaikan berbagai masalah yang muncul, FKPM Tri Daya selalu mendahulukan upaya rembug warga. Menurut Ketua Tri Daya, Syamsul, rembug warga ini adalah musyawarah yang dilaksanakan dengan penuh kebersamaan dan kekeluargaan. Jika ada warga yang tertimpa masalah, dia bersama pengurus FKPM lainnya mencoba agar persoalan tersebut tidak langsung diserahkan ke pihak kepolisian, melainkan dimusyawarahkan dulu penyelesaiannya dalam rembug warga. Kecuali kasus-kasus pidana berat. “Kami akan selalu mengutamakan rembug warga. Karena kami ingin, setiap kasus yang menimpa warga bisa diselesaikan dengan jalan kekeluargaan. Tapi jika di tingkatan rembug warga tidak berhasil diselesaikan, maka kami meminta bantuan polisi. Tetapi bukan berarti kami lepas tangan, kami tetap mendampingi warga tersebut hingga persoalannya tuntas,” tandas Syamsul.
Hal  serupa juga diungkapkan Zaini, salah satu tokoh masyarakat setempat.  Selama ini dia kerap menemukan persoalan di masyarakat berkaitan dengan  KDRT. Seperti ada seorang bapak menyiksa anaknya, suami menyiksa  isterinya, serta persoalan kenakalan remaja akibat minum-minuman keras.  “Kalau persoalan KDRT, sebagian besar pemicunya adalah karena urusan  ekonomi. Selain itu juga moral dan agama, sehingga ini termasuk rumit.  Terkadang meskipun kami bersama warga lain telah mencoba membantu, si  pelaku malah menyalahkan kami. Akhirnya kami lebih pada melindungi si  korbannya. Apalagi korbannya terkadang anak kecil.”
Syamsul  juga berharap agar Polsek Babakan merespon positif adanya Tri Daya ini.  Karena menurutnya, selama ini Polsek Babakan belum memberikan respon  yang baik. “Ya, kami sangat kecewa dengan respon yang diberikan Polsek  Babakan. Seperti ketika kami membutuhkan kehadiran dan partisipasi  mereka dalam beberapa pertemuan, mereka tidak ada yang hadir. Semoga ke  depannya, Polsek semakin peduli dan mau bekerjasama dengan adanya FKPM  Tri Daya ini.
”FKPM Ciborelang, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka
Tidak jauh berbeda dengan FKPM Tri Daya, di Ciborelang juga terbentuk FKPM yang bernama Forum Kemitraan Masyarakat Ciborelang (FKMC). Tepatnya pada Kamis (1/1/09) lalu FKMC ini telah melakukan sosialisasi dengan mengundang sejumlah RT, RW, dan masyarakat desa. Sebanyak 15 orang juga telah menjadi pengurus FKMC. Seperti halnya FKPM Tri Daya, para pengurus FKMC adalah orang-orang yang sering mendampingi warga menyelesaikan persoalannya. Mulai dari persoalan KDRT, tawuran warga, kenakalan remaja, kamtibmas, hingga persoalan kemiskinan. FKMC juga aktif melakukan advokasi terkait kasus KDRT dan Trafiking.
Tidak jauh berbeda dengan FKPM Tri Daya, di Ciborelang juga terbentuk FKPM yang bernama Forum Kemitraan Masyarakat Ciborelang (FKMC). Tepatnya pada Kamis (1/1/09) lalu FKMC ini telah melakukan sosialisasi dengan mengundang sejumlah RT, RW, dan masyarakat desa. Sebanyak 15 orang juga telah menjadi pengurus FKMC. Seperti halnya FKPM Tri Daya, para pengurus FKMC adalah orang-orang yang sering mendampingi warga menyelesaikan persoalannya. Mulai dari persoalan KDRT, tawuran warga, kenakalan remaja, kamtibmas, hingga persoalan kemiskinan. FKMC juga aktif melakukan advokasi terkait kasus KDRT dan Trafiking.
Berbeda  dengan Tri Daya, dalam jajaran kepengurusannnya, FKMC membentuk  bidang-bidang, seperti bidang komunikasi dan informasi, bidang  pendidikan kemasyarakatan, bidang perpolisian masyarakat, dan bidang  ekonomi mikro. 
Menurut  Ketua FKMC, Momon Surahman, bidang-bidang tersebut untuk sementara  masih digerakkan oleh forum. FKMC juga telah mengefektifkan kembali  kegiatan ronda malam. “Ini karena sekarang sedang marak kasus Curanmor,  selain itu kasus KDRT. Kami juga tengah berjuang mengurangi para remaja  yang suka membuat masalah di jalan-jalan. Sebagian besar diakibatkan  karena minuman keras,” papar Momon ketika ditemui Blakasuta di rumahnya. 
Terus Rangkul Masyarakat 
Momon berharap agar kinerja FKMC bisa berjalan efektif. Yang lebih penting lagi dari semuanya adalah merangkul masyarakat untuk turut serta dalam kerja-kerja sosial di FKMC. “Dengan adanya FKMC dan apa yang telah kami kerjakan, mudah-mudahan tanggapan masyarakat serius, karena yang penting bagi masyarakat adalah kondisi lingkungan aman. Sekarang walaupun belum sosialisasi secara maksimal, tetapi paling tidak kita sudah mulai bekerja. Hasilnya, sebagian masyarakat sudah mulai percaya, ikut serta dalam keamanan lingkungan,” ujar Momon.
Momon berharap agar kinerja FKMC bisa berjalan efektif. Yang lebih penting lagi dari semuanya adalah merangkul masyarakat untuk turut serta dalam kerja-kerja sosial di FKMC. “Dengan adanya FKMC dan apa yang telah kami kerjakan, mudah-mudahan tanggapan masyarakat serius, karena yang penting bagi masyarakat adalah kondisi lingkungan aman. Sekarang walaupun belum sosialisasi secara maksimal, tetapi paling tidak kita sudah mulai bekerja. Hasilnya, sebagian masyarakat sudah mulai percaya, ikut serta dalam keamanan lingkungan,” ujar Momon.
Terkait  persoalan dana, kini FKMC tengah berusaha menjalin kerjasama dengan  lembaga lain yang peduli terhadap persoalan sosial di Ciborelang. “Yang  pasti, kami terus berupaya agar diterima masyarakat. Karena di sini ada  paradigma, bahwa terlalu banyak forum yang dibentuk, masyarakat banyak  yang tidak percaya. Makanya, kita sudah menyiapkan diri untuk itu.  Tantangan lain bagi kami adalah bagaimana agar masyarakat Ciborelang mau  bersatu. Kebetulan di sini banyak sekali pendatang. Dan ini mendorong  kami untuk terus membuktikan dedikasi dan kinerja kita,” tandas dia. 
Kerawanan Sosial yang Dihadapi 
Memposisikan diri sebagai pendukung program Polmas POLRI, Fahmina Institute mendorong polisi agar lebih memasyarakat dan lebih humanis lagi. Di sisi lain secara terus-menerus Fahmina juga mendorong masyarakat agar memberikan dukungan kepada Polisi untuk memberikan layanan terbaik bagi masyarakat.
Memposisikan diri sebagai pendukung program Polmas POLRI, Fahmina Institute mendorong polisi agar lebih memasyarakat dan lebih humanis lagi. Di sisi lain secara terus-menerus Fahmina juga mendorong masyarakat agar memberikan dukungan kepada Polisi untuk memberikan layanan terbaik bagi masyarakat.
Dalam  upaya dukungan ini, salah satu upaya yang telah dilakukan adalah  memberikan pelatihan-pelatihan bagi kader-kader Polmas dalam dua tahap  pelatihan. Dua komunitas desa telah terpilih sebagai peserta pelatihan.  Dua komunitas tersebut adalah sejumlah desa (Serang Wetan, Cangkuang dan  Babakan) di Kecamatan Gebang Kabupaten Cirebon dan Desa Ciborelang di  Kecamatan Jatiwangi Kabupaten Majalengka. 
Dalam  dua pelatihan ini, para peserta pelatihan dibekali berbagai pengetahuan  tentang Polmas baik strategi maupun filosofinya, kemampuan menganalisa  situasi sosial di sekitarnya, mengorganisir masyarakat, pengetahuan  kasus KDRT dan trafiking dan tidak lupa pula penguatan perspektif  jender.
Dengan  berbekal berbagai pengetahuan dan ketrampilan yang dilatihkan di dua  lokasi FKPM tersebut, diharapkan dapat juga mengelola dan mengembangkan  pusat layanan informasi dan pengaduan. Pusat Pelayanan Informasi dan  Pengaduan ini merupakan tindak lanjut untuk mendukung kerja-kerja  kader-kader Polmas dari masyarakat tersebut. 
Desa  Serang Wetan dan sekitarnya yang merupakan basis FKPM Tri Daya, menurut  salah seorang aktifis Polmasnya, Didi, kurang lebih 30 persen perempuan  di tiga desa tersebut bekerja keluar negeri sebagai TKI. Rupanya, lahan  pertanian sebagai penghasilan utama masyarakat desa tersebut tidak  mencukupi kebutuhan masyarakat setempat. Bisa dimaklumi, karena  kebutuhan yang meningkat membuat masyarakat mencari alternatif lain,  baik dengan bekerja ke luar negeri, maupun menjadi menjadi pedagang.  Selain hasil padi, tidak ada hasil bumi yang menonjol di daerah ini. 
Masyarakat  dengan kondisi ekonomi pas-pasan, seperti umumnya desa-desa di kawasan  Pantura (Pantai Utara Jawa), memiliki kerawanan sosial sendiri.  Tingginya angka pengangguran, terlihat ketika Blakasuta berkunjung  ke sana. Sejumlah anak muda bergerombol di beberapa simpang jalan dan  warung di siang hari. Walaupun belum tentu  benar mereka pengangguran,  namun kondisi demikian paling tidak menjadi gambaran kurang produktifnya  masyarakat tersebut. 
Potensi-potensi  kerawanan seperti itulah yang akan diantisipasi oleh FKPM Tri Daya,  tutur Didi, yang juga aktif sebagai pengurus Panwascam dalam Pemilu 2009  ini. Di samping juga soal buruh migran, yang kasus-kasusnya banyak tak  tertangani, karena tak ada lembaga lain di sekitar desa tersebut selain  FWBMIyang peduli. Berharap banyak kepada aparat Desa, juga tak mungkin.  Aparat desa dengan kewenangannya memberikan rekomendasi, sering juga  dilangkahi oleh para calo, terutama dalam pemalsuan identitas. Dengan  adanya FKPM Tri Daya, diharapkan persoalan-persoalan tersebut bisa  diurai dan diselesaikan dengan baik.
Di  Ciborelang, masyarakatnya lebih beragam dan menyandang berbagai  profesi. Mungkin, karena di sana berdiri sebuah pasar tradisional,  banyak warga Ciborelang Majalengka yang mengandalkan penghasilan sebagai  pedagang di Pasar Ciborelang. Sampai tulisan ini diturunkan, belum ada  data yang diperoleh Blakasuta berapa persisnya jumlah TKIyang  berasal dari desa tersebut. Karena ketika pihak Desa Ciborelang  dihubungi yang bersangkutan tidak ada di tempat. Namun menurut salah  satu aktifis FKMC, Kamsinah, yang pasti tak sebanyak di Serang Wetan  persentase jumlah perempuannya yang menjadi TKIdengan jumlah penduduk  perempuan. Walau demikian, pengaduan-pengaduan soal TKIselalu saja ada. 
Berbeda  dengan Serang Wetan, tambah Kamsinah, kasus KDRT lebih banyak  dilaporkan, jumlahnya sekitar 2-3 kasus perbulan. Tetapi karena akhirnya  diselesaikan secara kekeluargaan, jumlah kasus KDRT yang sampai di meja  FKMC baru 2 kasus. Seperti di Serang Wetan Kabupaten Cirebon, alasannya  bisa macam-macam, ada karena ekonomi, perselisihan keluarga dan yang  paling banyak karena perselingkuhan.
Meski  jika dilihat sepintas terkesan tentram dan adem ayem, bukan berarti  tidak ada potensi kerawanan sosial lainnya, tambah Kamsinah. Letak Desa  Ciborelang, yang berada persis di lintas utama Cirebon-Bandung,  menjamurnya pusat-pusat keramaian ekonomi baru di sekitar Pasar  Ciborelang dan berdirinya sejumlah lembaga pendidikan, tidak bisa  membendung warga pendatang baru, membawa kebiasaan dan sikap berbeda,  yang dalam beberapa hal berpotensi menimbulkan gesekan di masyarakat.  Pengawasan terhadap relasi pribumi dan pendatang baru ini, tutur  Kamsinah merupakan agenda lain FKPMC. Ini bukan berarti Ciborelang  tertutup bagi pendatang baru. Karena banyak juga pendatang yang pada  akhirnya banyak memberikan kontribusi bagi desa Ciborelang. 
Mengenai  peran yang bisa dilakukan Polmas melalui FKPM dalam Pengamanan Pemilu  2009, Tri Daya dan FKMC menyatakan siap berperan aktif, terutama dalam  upaya deteksi dini dan preventif gangguan sosial. FKPM memiliki peran  strategis, tegas Didi. Karena FKPM lahir dari rahim masyarakat dan  paling mengetahui karakter dan kondisi masyarakatnya. Hal senada juga  diungkap oleh Kamsinah, bahwa peran FKPM mestinya dimaksimalkan, karena  terlepas dari baru berdirinya mereka, di Pemilu 2009 ini memiliki momen  penting, paling mengambil salah satu tempat dalam “mengamankan pemilu  dari potensi kekerasan”. Karena, bagaimanapun pesta demokrasi ini milik  rakyat dan mestinya membawa perdamaian, lanjut Kamsinah. 
Dengan  melihat aktifitas dua FKPM di atas, harapannya dapat menginspirasi  bahwa kemitraan polisi dan masyarakat adalah mutlak dan niscaya adanya  untuk sebuah tatanan masyarakat yang harmonis. Apapun potensi kerawanan  sosial yang muncul, tak perlu lagi dikhawatirkan, yang penting bagaimana  dicarikan pilihan pencegahan dan solusinya. (A5, ET)
Sumber: Blakasuta Ed. 16 (Februari 2009)  
http://www.fahmina.or.id/artikel-a-berita/mutiara-arsip/652-potret-dua-fkpm-utamakan-rembug-warga-dan-terus-merangkul-masyarakat-.html 
Langganan:
Komentar (Atom)